Sensor Internet
Mana yang lebih rawan, membiarkan anak seorang diri menonton televisi, atau berselancar di Internet? Jawabannya tentu melepaskan anak menonton televisi sendiri. Seandainya tidak ada sensor dari lembaga yang berwenang, siapa yang bisa menjamin anak-anak tidak menonton tayangan yang berisi adegan kekerasan dan seksual?
Tapi tidak dengan Internet. Walaupun dikenal sebagai media yang memiliki konten paling lengkap di dunia, Anda masih bisa tidur nyenyak melepaskan anak-anak berselancar di dunia ini tanpa rasa was was. Pasalnya, penyensoran di Internet dapat dilakukan oleh siapa pun, mulai dari negara, ISP, administrator jaringan, hingga pengguna rumahan.
Alasan di balik ide penyensoran di dunia maya ini sangat beragam, mulai dari upaya melindungi anak-anak dari konten yang tidak pantas, hingga mengamankan ideologi negara. Apapun alasannya, hasil penyensoran ini selalu sama, yakni memblokir akses terhadap website-website yang tidak disukai.
Sensor Internet tidak hanya alat yang digunakan orang tua maupun pemerintah. Banyak software komersial untuk melakukan penyensoran yang beredar di pasaran. Sebagian besar orang menyebutnya dengan nama web filter, namun orang-orang yang menentang aktivitas pembatasan akses informasi ini menyebutnya sebagai censorware.
Sensor di Rumah
Sebagian besar web filter menggunakan dua modus untuk memblokir website, yakni menggunakan daftar hitam atau blacklist alamat-alamat web site, dan menggunakan kata kunci atau keyword. Seiring dengan pertumbuhan website yang memajang barang haram, serta banyaknya domain name baru yang digunakan untuk satu web site, membuat isi black list terus berkembang.
Sama dengan database antivirus, setiap hari selalu ada update untuk database blacklist. Setiap kali web browser berusaha membuka website yang terdaftar dalam blacklist, web filter akan membatalkannya. Sedangkan pada modus keyword, software akan membaca URL yang diketikkan pada address bar web browser. Jika mengandung kata-kata haram, maka web filter akan membatalkan akses.
Modus blokir menggunakan keyword memang tidak membutuhkan update database terus-menerus seperti halnya pada modus blacklist, namun kekeliruan pun lebih sering terjadi pada modus keyword. Misalnya, web filter akan membatalkan akses ketika Anda akan membuka www.essex.ac.uk, karena pada URL Universitas Essex Inggris tersebut terselip kata sex.
Pilihan lain bagi para orang tua untuk memagari anak-anaknya dari website buruk adalah menginstal firewall, baik berupa software maupun hardware. Firewall membutuhkan lebih banyak peran administrator jaringan daripada menggunakan software web filter.
Sensor di Perusahaan
Pernahkah Anda mendapatkan pesan peringatan, saat hendak mengakses sebuah website atau men-download file yang dianggap terlalu besar, pada jam-jam tertentu di kantor? Jika ya, berarti kantor Anda menerapkan sensor terhadap akses Internet.
Sebagian perusahaan menggunakan software web filter seperti halnya aktivitas sensor pada PC di rumah, namun tidak sedikit yang mengandalkan firewall untuk keperluan tersebut. Firewall memberikan keleluasaan bagi administrator jaringan untuk memblokir website tertentu, atau bahkan semuanya!
Biasanya, saat karyawan hendak mengakses sebuah website yang dilarang, web browser akan menampilkan pesan bahwa administrator mengidentifikasi website tersebut tidak diizinkan untuk diakses. Pesan tersebut juga pada umumnya menyertakan opsi untuk memberitahu administrator, jika karyawan tersebut merasa bahwa website tersebut layak untuk diakses.
Sensor oleh Negara
Bagaimana dengan sensor yang dilakukan negara? Negara menggunakan tool yang bernama undang-undang untuk melakukan sensor, memilah informasi apa yang boleh dan tidak boleh diakses oleh warganya. Dengan undang-undang ini, pemerintah memerintahkan kepada perusahaan-perusahaan yang menyediakan akses Internet untuk memasang firewall di server-server mereka.
Di AS yang terkenal liberal sekalipun, sensor terhadap akses dan konten yang ada di Internet tetap berlaku. Di sekolah-sekolah dan perpustakaan umum, Anda tentu tidak diizinkan mengakses website yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan. Sementara untuk konten, pemerintah AS dikenal paling kejam terhadap website yang menyajikan konten berupa gambar dan video seksual yang dilakukan oleh atau terhadap anak-anak.
Di Cina misalnya, terkenal dengan Great Firewall of China, yang “melindungi” warganya dari konten-konten yang bertentangan dengan etika dan kepentingan politik negeri Tirai Bambu tersebut. Lain halnya dengan Korea Utara, yang sama sekali tidak mengizinkan Internet, dan telepon selular masuk ke wilayahnya.
Bagaimana dengan Indonesia? Sampai artikel ini ditulis, Indonesia adalah negara dengan akses Internet terbebas di dunia. Pemerintah tidak melakukan intervensi apapun dalam hal akses dan konten. Di sini, sensor hanya berlaku pada level administrator jaringan. Jadi, bisa tidaknya sebuah website diakses, sepenuhnya berada di tangan administrator jaringan.
Informasi Lebih LanjutSumber
0 comments:
Posting Komentar